Rabu, 13 Juni 2012

1 Trilyun untuk Media Online dari 92 Trilyun Belanja Iklan di 2012

Jakarta - Belanja iklan di media massa pada tahun ini diperkirakan mencapai Rp. 92 triliun, atau meningkat 14,71% dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp. 80,2 triliun.

Sekjen Serikat Perusahaan Pers (SPS) Ahmad Djauhar mengatakan industri media massa akan terus bertumbuh karena penetrasi media di masyarakat masih rendah. “Penetrasi media masih sangat kecil, contohnya ada di surat kabar di mana 1 koran dibaca oleh 24 orang. Industri media massa masih punya potensi yang cukup besar,” jelasnya dalam Outlook Industri Media 2012, Kamis sore 26 Januari 2012.Adapun kue iklan terbesar masih diraih televisi, yakni sekitar 60%, diikuti oleh surat kabar sebesar 40%. 

Dia menjelaskan pada tahun ini perkiraan kue iklan sebesar Rp. 55,5 triliun diraih media berbasis televisi lalu Rp. 27,7 ke surat kabar, dan kemudian majalah Rp.1,85 triliun. Sisanya ke tabloid, radio, dan media luar ruang. 
Dia menuturkan persaingan merebut kue iklan akan terjadi antara radio, majalah, tabloid, dan media yang masih tergolong muda yakni berbasis OnlinePada tahun ini, jelas Djauhar, media Online diperkirakan merebut kue iklan hingga Rp.1 triliun, setelah pada 2006 hanya Rp.66 miliar dan 2009 sebesar Rp.220 miliar. Menurut dia, operator radio akan mendapat tantangan berat dari media Online karena gaya hidup masyarakat yang sudah jarang mendengarkan radio. “Kue iklan akan semakin terbagi juga, karena TV berbayar juga akan semakin berpenetrasi, karena saat ini baru 3,5 juta rumah yang berlangganan, dan masih ada 12 juta potensi yang ada untuk berlanggangan TV berbayar,” jelasnya. 

Pada sisi lain, Djauhar mengatakan keberadaan surat kabar akan semakin kuat dengan perkiraan jumlah eksemplar pada tahun ini mencapai 30 juta eksemplar, atau naik 17,64% dibandingkan dengan tahun sebelumnya 25,5 juta eksemplar. 
Adapun jumlah media cetak terus bertambah setiap tahun, pada 2008 sebanyak 1.008 judul, lalu 2009 mencapai 1.036 judul, 2010 tercatat 1.080 judul, dan 2011 hingga 1.366 judul. “Setelah 1998, banyak lembaga media baru. Namun, sayangnya tidak sedikit pemilik media yang ikut mengatur konten, demi keuntungan sepihak,” jelasnya. Djauhar menambahkan surat kabar saat ini juga menjadi media untuk kepentingan tertentu, bukan lagi hanya sumber informasi. “Cukup banyak pengusaha atau pejabat yang juga membuat surat kabar sehingga jika diserang orang lain, dia bisa mempertahankan diri,” paparnya. 

Di tempat yang sama, Senior Advisor to CEO Kompas Gramedia Lukas Widjaja mengatakan perusahaan media massa terutama media cetak harus adaptif menghadapi perubahan zaman. 
Dia mengatakan ada kemungkinan beberapa puluh tahun kemudian tidak dikenal lagi istilah surat kabar karena kemajuan media berbasis teknologi informasi.

Sumber: The Global Journal

0 komentar:

Posting Komentar